Laman

Sunday, July 28, 2013

Cerita Yang Tidak Kamu Mengerti

Sial!

Padahal sudah sekeras mungkin ku coba berteriak, namun tidak kunjung terlihat bias kata-kataku. Dari tadi yang ku ingat hanya, disini aku dilenakan sayup-sayup angin, membawaku terlelap dalam kenyataan. Terus, aku berteriak lagi!

Selama itu, suaraku hanya membangunkan gagak hitam yang lalu kembali terbang menata arah bersama jenisnya. Yah, jelas saja menggerutu, tidurnya terganggu oleh ku. Amarahnya cukup pekakan telinga, menyeramkan! Tapi beruntung, cahaya masih bersamaku.

Lalu, terlepas dari situ, kakiku mulai mencari tempat baru, seperti mengisyaratkan kebosanan yang kian terasa disini. Padahal, ruangnya sangat luas meskipun semua terasa sama, kecuali di sisi timur, disana tak sehijau disini, disana biru namun begitu tenang dan mengalir optimis. Perhatianku beralih, aku berjalan.

Masih tetap berjalan, kakiku tanpa alas. Sambil menikmati lukisan awan, terasa semua kebohongan-kebohongan kehidupan yang terinjak dalam langkahku. Belum juga sampai, aku ingin coba meraih batas! Kemudian ku pejamkan kedua mata dan...melayang! Sungguh, ku merasa melayang! Tenang sekali? Berandai-andai jika aku dan mereka sama, merantau cakrawala.

Hah, tak puas! Aku mencoba berdiri lebih tinggi. Dengan seluruh nafas, ku rasakan udaranya. Kini, seperti di surga! Haha. Ya, aku merasakan kegelapan surga, tiap ku menutup mata.

Tapi, semua kembali seperti awal begitu pandangan terbuka. Aku kembali ke dunia. Dunia yang kejam! Kebahagiaanku bukan disini! Apakah bahagiaku hanyalah imajinasi? Terlalu menyedihkan, aku hanya bisa menatap! Ingin sekali membawa semuanya ke dalam nyataku, persetan yang lain!

Mulai senja, jika terlalu lama begini tidak cukup lagi cahaya untuk melihat refleksiku. Sambil menuju kesana, ku bertanya-tanya, Benarkah sungai timur itu bisa melihat semua tentangku yang bahkan tidak aku tahu? Percaya tidak percaya, tapi coba saja, mungkin?

Iramanya perlahan mulai terdengar, kicauan burung pepohonan sekitarnya juga, seperti mengiringi alur airnya. Semakin besar dan ternyata kini sudah di depan mata! Seperti biasa, ketidaksabaranku mulai memburu. Tak lama waktu yang ku buang untuk mengagumi pandangan, ku tenggelamkan tangan ke dalamnya dan mulai membilas wajahku, ku lakukan seperti mitos yang berhembus.

Satu, dua, tiga! Ku buka mata dan terdiam..

Apa ini? Refleksinya? Cantik sekali? Tapi, tubuhku spontan dingin memperhatikannya. Lalu, mengapa latarnya begitu suram? Gelap dengan kobaran api yang menyala? Sama sekali kontras! Mengapa? Ini seperti sangat abstrak buat diriku untuk mengerti!

Tunggu, mungkin benar! Mungkin memang seperti ini! Tidak, memang ini! Ya benar, inilah jawabannya...


Andreas Bastian